Pengikut

Senin, 30 April 2012


Psikoterapi Ihsan


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Terapi yang sering dipraktekkan dalam psikologi lebih banyak bersumber dari ilmu psikologi barat yang dasarnya adalah ilmu psikoanalisa, behavioris dan humanistic. Terapi ini belum tentu sesuai dengan budaya di Timur, karena perbedaan budaya agama, adat istiadat dan falsafah hidup.
Sehingga perlu kiranya mengembangkan terapi yang bersumber dari kearifan timur dengan menggali kembali sumber-sumber yang sudah ada. Misalnya yang berasal dari agama (Islam, Hindu, Budha, Tao dll), ataupun yang bersumber dari budaya (India, Cina dll).
Terapi-terapi yang dibahas disini, adalah sekilas lebih kepada terapi yang ada dan berkembang dalam dunia Islam. Hanya satu budaya dan agama saja bisa diciptakan beberapa terapi (sesuai dengan kebutuhan), apalagi jika mengeksplorasi budaya dan agama yang ada. Terapi yang dibahas masih jauh dari sempurna, bahkan masih terasa lebih kearah filosofis. Butuh waktu dan keuletan untuk menggali dan mengembangkan lebih lanjut kearah yang lebih sempurna.
Terapi dalam Islam, misalnya terapi Ihsan, dan terapi-terapi lain. Inti terapi ini adalah bagaimana seseorang dapat memaknai suatu makna secara filosopis, dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Rasa ikhlas tidak lepas dari terapi-terapi yang dijelaskan disini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud ihsan?
2.      Bagaimana psikoterapi melalui ihsan?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Psikoterapi Ihsan
Ihsan (bahasa Arab: احسان) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik." Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan secara harfiyah berarti berbuat baik. Pelakunya disebut muhsin. Sebagai jenjang penghayatan keagamaan ihsan terkait dengan pendidikan budi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Dalam QS. An Nisa’ :125 dijelaskan bahwa jika ihsan dirangkaikan dengan sifat pasrah kepada tuhan, islam, orang yang berihsan merupakan orang yang paling baik keagamaannya. Nabi juga menyebutkan bahwa yang paling utama dari kalangan kaum beriman adalah yang paling baik akhlaqnya.[1]  « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا »
Berdasarkan hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra.:Dari Abu H urairah ra., ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah SAW muncul di antara kaum muslimin. Lalu datang seseorang dan berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Iman itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan beriman kepada Hari Kebangkitan akhir".
Orang itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Islam, yaitu engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan salat fardhu, memberikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadhan". Orang itu kembali bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu".
Orang itu bertanya lagi: "Wahai Rasulullah, kapankah Hari Kiamat itu?". Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya. Apabila ada budak perempuan melahirkan majikannya, maka itulah satu di antara tandanya. Apabila ada orang yang semula miskin menjadi pimpinan manusia, maka itu termasuk di antara tandanya. Apabila orang-orang yang tadinya menggembalakan ternak saling berlomba memperindah bangunan, maka itu termasuk di antara tandanya. Ada lima hal yang hanya diketahui oleh Allah".
Kemudian Rasulullah SAW membaca Surat Luqman ayat 34: "Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya saja lah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".
Kemudian orang itu berlalu. Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Panggillah orang itu kembali!". Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat sesuatu pun. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Itu tadi adalah Jibril, yang datang untuk mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka".[2]
Rasulullah menjelaskan dalam hadits:
الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك َ
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.” (HR.Bukhari).
   Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya[3], inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:
Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur âƒÍyèø9$# âqàÿtóø9$# ÇËÈ
Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna.
Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.[4]
Ihsan berarti kebaikan. al-raghib al ashfani menjelaskan bahwa islam itu lebih tinggi dari keadilan. Keadilan adalah keseimbangan antara memberi dan mengambil. Adapu ihsan adalah memberi lebih banyak dan memberi lebih sedikit, artinya berbuat kebaikan dengan ukuran lebih dari yang telah dilakukan orang lain kepada kita. Ihsan adalah satu sifat yang menjadikan pemiliknya memperlakukan pihak lain dengan baik meskipun pihak lain itu memperlakukannya dengan buruk. Karenanya ihsan adalah sebuah kebaikan yang lahir dari batin terdalam.
Akan tetapi, ihsan tampaknya lebih baik dicukupkan untuk kehidupan antar individu saja. Untuk hidup bermasyarakat keadilan lebih diutamakan. Imam ali bin abi thalib Ra berkata; adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan ihsan (kedermawanan) menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jika hal ini menjadi aturan kehidupan bermasyarakat, masyarakat tidak akan seimbang. Itulah sebabnya mengapa nabi muhammad SAW menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah diajukan ke pengadilan walaupun pemilik harta telah memaafkan.
 Imam ghazali menjelaskan bahwa iman adalah kebenaran dengan hati (tashdiq), islam adalah ketundukan dan kepatuhan (taslim), dan ihsan adalah kebaikan terdalam (ahsan atau tahsin). Ketiga istilah ini adalah tiga hal yang berbeda namum terjali erat. Iman merupakan sebentuk amal, ia adalah amal yang paling utama, sedangkan islam adalah ketundukan, baik dengan hati, dengan ucapan, maupun dengan tindakan. Tingkat lanjutannya adalah ihsan yaitu melakukan pembenaran dan ketundukan dengan kesadaran lillahi ta’ala tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya.[5]

B.       Psikoterapi Ihsan
Ø 3 pilar utama agama adalah
1.   Islam mewakili sisi praktis agama, termasuk ibadah amaliyah dan kewajiban-kewajiban lainnya. Pada pilar ini ulama’ menyebutnya syariat dan secara khusus ilmu yang membahasnya dalah fiqih.
2.   Iman, berkaitan dengan kepercayaan yang terletak dalam hati dan pikiran. Kepercayaan ini meliputi; keimanan pada Allah, malaikat2nya, rasul-rasulnya, kitab-kitabnya, hari akhir , dan takdir. Pada pilar ini para ulama’ menyebutnya sebagai tauhid.
3.   Ihsan, merupakan aspek ketiga dari pilar agama yang dikenal sebagai aspek rohani. Para ulama’ menyebutnya sebagai pilar tasawuf. Aspek ini menyadarkan manusia ketika ia hendak mempertautkan pilar paertama dan kedua, serta memperingatkan bahwa Allah selalu hadir dan mengawasinya.
Secara ringkas islam menggambarkan perilaku seorang muslim, iman berkaitan dengan kepercayaan dan aqidahnya, dan ihsan mengacu pada keadaan hati yang menentukan apakah keislaman dan keimanan seseorang itu akan membauakan hasil  dikehidupan dunia dan akhiratnya atau tidak.
Dalam ihsan terkandung semua sifat baik seorang mukmin, seperti;
1.      Taqwa
9.   Adab (akhlak terpuji)
2.      Wara’
10. Taubat (kembali kejalan yang benar)
3.      Zuhud
11. Khilm (lembut)
4.      Khusyu’
12. Rahmah (kasih saying)
5.      Khudhu’ (Rendah hati)
13. Dermawan
6.      Sabar
14. Tawadhu’
7.      Siddiq
15. Haya (sederhana)
8.      Tawakkal
16. Saja’ ( berani)[6]

Semua sifat itu merupakan sifat nabi muhammad SAW, sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Ra, bahwa akhlaqnya adalah alqur’an. Nabi menanamkan sifat-sifat baik tersebut kepada para sahabat yang kemudian dijadikan teladan untuk ummat manusia.





Maqom ihsan merupakan maqom orang-orang yang benar (maqom Al Siddiqin)[7]. Manivestasi perilaku mukmin yang dijiwai ihsan, iman, dan islam.[8]
Keterangan:
1.      Ihsan
2.      Iman
3.      Islam
 
 






Menurut Raghib al-Asfahani ihsan lebih tinggi derajatnya dari sekedar adil. Jika adil adalah memberi dan mengambil sesuai dengan porsi yang yang dibutuhkan, maka Ihsan adalah memberi lebih banyak dan mengambil lebih sedikit.
Dalam salah satu hadisnya Rasulullah menjelaskan bahwa “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihat-Nya. Namun apabila kamu tidak merasakan melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).
Kata ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah di atas tidak terbatas pada ibadah makhdah. Dalam Islam ibadah melingkupi segala perbuatan yang diniatkan untuk kepatuhan kepada Allah Swt. Orang yang shalat dan yang bermain bola sama-sama ibadah, apabila ditujukan dengan ikhlas sebagai upaya kepatuhan terhadap Allah Swt.. Dengan pengertian ini maka orang yang telah mencapai tingkatan ihsan akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya, baik yang tesembunyi maupun terang-terangan.
Bukan hanya dalam hubungan dengan Allah (hablunminallah), dalam tataran interaksi dengan manusia (hablunminannas) ihsan juga sangat diperlukan. Kebobrokan moral dan meningkatnya kriminalitas adalah pertanda utama hilangnya ihsan. Bagaimana mungkin seorang yang merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya akan mudah berbohong, membohongi, hingga korupsi.
Dalam beribadah orang yang mencapai tingkatan ihsan akan merasakan kekhusyuan dan kepasrahan yang penuh kepada Allah Swt. Dalam berinteraksi dengan orang lain, dia akan selalu mengedepankan etika dan kemaslahatan. Dalam mengemban amanah dia akan menjalankanya dengan bijaksana. Bahkan dalam berinteraksi dengan binatang pun dia  tidak akan pernah menyakitinya.
Rasululllah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menuliskan ihsan dalam segala hal. Maka apabila kalian berperang, berperanglah dengan ihsan. Apabila kalian menyembelih binatang, sembelihlah dengan ihsan, yaitu dengan menajamkan mata pisau agar sembelihan itu tidak tersiksa.” (HR Muslim).
Orang yang telah mencapai derajat ihsan ini disebut muhsin.
Seorang muhsin memiliki keistimewaan tersendiri di sisi Allah Swt. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang muhsinin.”[9] (an-Nahl [16]: 128).
Usaha untuk mencapai kedudukan ihsan adalah amalan yang mulia. Pada intinya untuk mencapai kedudukan ihsan adalah dengan selalu beramal shaleh (amar ma’ruf nahi munkar).  Ihsan mengidentifiksikan beberapa poin penting , diantaranya sebagai berikut:
1.      Memperbaiki ruh dengan mengikuti secara amali semua yang ada dalam ajaran al qur’an dan sunnah nabi.
2.      Menjadikan dirinya selalu berkomitmen terhadap perlakuan tersebut dalam setiap saat.
3.      Berbuat baik kepada manusia dengan menyampaikan kebaikan kepada mereka demi mendapatkan balasan dari Allah dan tidak mengharapkan balasan dari manusia. Tidak ada kebaikan dalam menyalamatkan manusia yang menyamai mengajak mereka kedalam kebenaran dan pada jalan yang lurus.
4.      Memperbaiki nilai jiwa bagi dirinya. Maka dia berinteraksi pada manusia dengan berpedoman ihsan, yaitu mengambil lebih sedikit dari haknya dan memberi lebih banyak dari yang diwajibkan padanya.[10]
Ihsan adalah syariat atau perkara – perkara yang berhubungan dengan akhlak, perkara-perkara kerohanian. Imam Malik ra berkata “barang siapa befiqh (syariat lahir) tetapi tidak bertasawuf (syariat batin) maka fasiklah ia, dan barang siapa bertasawuf tetapi tidak berfiqh maka zindiklah ia (kafir tanpa sadar). Individu akan memperoleh kesehatan mental ketika dalam hidupnya selalu menempuh jalan yang baik serta berbuat baik. Orang yang berbuat baik berarti menempuh jalan yang baik, yaitu jalan yang tidak menanggung resiko, sehingga hidupnya terhindar dari permusuhan, pertikaian dan iri hati. Dalam kondisi seperti ini individu akan memperoleh kesehatan mental.[11]











BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
Ihsan (bahasa Arab: احسان) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik." Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan secara harfiyah berarti berbuat baik. Pelakunya disebut muhsin. Sebagai jenjang penghayatan keagamaan ihsan terkait dengan pendidikan budi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Dalam QS. An Nisa’ :125 dijelaskan bahwa jika ihsan dirangkaikan dengan sifat pasrah kepada tuhan, islam, orang yang berihsan merupakan orang yang paling baik keagamaannya. Nabi juga menyebutkan bahwa yang paling utama dari kalangan kaum beriman adalah yang paling baik akhlaqnya.  « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا »
Imam ghazali menjelaskan bahwa iman adalah kebenaran dengan hati (tashdiq), islam adalah ketundukan dan kepatuhan (taslim), dan ihsan adalah kebaikan terdalam (ahsan atau tahsin). Ketiga istilah ini adalah tiga hal yang berbeda namum terjali erat. Iman merupakan sebentuk amal, ia adalah amal yang paling utama, sedangkan islam adalah ketundukan, baik dengan hati, dengan ucapan, maupun dengan tindakan. Tingkat lanjutannya adalah ihsan yaitu melakukan pembenaran dan ketundukan dengan kesadaran lillahi ta’ala tanpa ada unsur lain yang mempengaruhinya. 3 pilar utama agama adalah
1.      Islam mewakili sisi praktis agama, termasuk ibadah amaliyah dan kewajiban-kewajiban lainnya. Pada pilar ini ulama’ menyebutnya syariat dan secara khusus ilmu yang membahasnya dalah fiqih.
2.      Iman, berkaitan dengan kepercayaan yang terletak dalam hati dan pikiran. Kepercayaan ini meliputi; keimanan pada Allah, malaikat2nya, rasul-rasulnya, kitab-kitabnya, hari akhir , dan takdir. Pada pilar ini para ulama’ menyebutnya sebagai tauhid.
3.      Ihsan, merupakan aspek ketiga dari pilar agama yang dikenal sebagai aspek rohani. Para ulama’ menyebutnya sebagai pilar tasawuf. Aspek ini menyadarkan manusia ketika ia hendak mempertautkan pilar paertama dan kedua, serta memperingatkan bahwa Allah selalu hadir dan mengawasinya.
Ihsan mengidentifiksikan beberapa poin penting , diantaranya sebagai berikut:
1.      Memperbaiki ruh dengan mengikuti secara amali semua yang ada dalam ajaran al qur’an dan sunnah nabi.
2.      Menjadikan dirinya selalu berkomitmen terhadap perlakuan tersebut dalam setiap saat.
3.      Berbuat baik kepada manusia dengan menyampaikan kebaikan kepada mereka demi mendapatkan balasan dari Allah dan tidak mengharapkan balasan dari manusia. Tidak ada kebaikan dalam menyalamatkan manusia yang menyamai mengajak mereka kedalam kebenaran dan pada jalan yang lurus.
4.      Memperbaiki nilai jiwa bagi dirinya. Maka dia berinteraksi pada manusia dengan berpedoman ihsan, yaitu mengambil lebih sedikit dari haknya dan memberi lebih banyak dari yang diwajibkan padanya.
Ihsan adalah syariat atau perkara – perkara yang berhubungan dengan akhlak, perkara-perkara kerohanian. Imam Malik ra berkata “barang siapa befiqh (syariat lahir) tetapi tidak bertasawuf (syariat batin) maka fasiklah ia, dan barang siapa bertasawuf tetapi tidak berfiqh maka zindiklah ia (kafir tanpa sadar). Individu akan memperoleh kesehatan mental ketika dalam hidupnya selalu menempuh jalan yang baik serta berbuat baik. Orang yang berbuat baik berarti menempuh jalan yang baik, yaitu jalan yang tidak menanggung resiko, sehingga hidupnya terhindar dari permusuhan, pertikaian dan iri hati. Dalam kondisi seperti ini individu akan memperoleh kesehatan mental.

DAFTAR PUSTAKA


Achmad Chodjim. 2007, Syeh siti jenar: makrifat dan makna kehidupan. jakarta: serambi ilmu
Ali Abdul Halim Mahmud. 2000, pendidikan ruhani. Jakarta: Gema Insani press
Muhammad sholikhin. 2008,  filsafat dan metafisika dalam islam. yogyakarta: Narasi
Syeh M. Hisyam Kabbani. 2007,  tasawuf dan ihsan. Jakarta: PT serambi ilmu semesta
Taofiq Yusmansyah. 2008,  Aqidah dan akhlaq. Bandung, Grafindo media pratama




[1] Muhammad sholikhin, filsafat dan metafisika dalam islam. (yogyakarta: Narasi, 2008). Hal 65
[5] Taofiq Yusmansyah, Aqidah dan akhlaq. (Bandung, Grafindo media pratama,2008) hal 12-14
[6] Syeh M. Hisyam Kabbani,  tasawuf dan ihsan. (Jakarta: PT serambi ilmu semesta, 2007) hal 42-43
[7] Ibid. Hal 48
[8] Achmad Chodjim, Syeh siti jenar: makrifat dan makna kehidupan. (jakarta: serambi ilmu 2007). Hal 151

[10] Ali Abdul Halim Mahmud, pendidikan ruhani. ( jakarta: Gema Insani press, 2000). Hal 114-119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar