pendekatan konseling rasional emotif terapy (RET)
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling dan
psikoterapi merupakan suatu usaha yang profesional untuk membantu atau
memberikan layanan kepada individu-individu mengenai permasalahan yang bersifat
psikologis. Dengan kata lain konseling dan psikoterapi bertujuan memberikan
bantuan kepada klien untuk suatu perubahan tingkah (behavioral change), kesehatan mental positif (positive mental health), pemecahan masalah (problem solution), keefektifan pribadi (personal effectiveness), dan pembuatan keputusan (decision making). Dengan demikian
seorang konselor perlu didukung oleh pribadi dan keterampilan yang menunjang
keefektifan konseling.
Dalam konseling
ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan oleh seorang konselor untuk untuk
membantu memberikan layanan kepada klien mengenai permasalahanya. Salah satu
contohnya adalah apabila klien berfikir yang irasional atau tidak logis, maka seorang
konselor bisa menggunakan pendekatan Rational Emotive Therapy (RET). Terapi ini
tujuan utamanya adalah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri
sendiri dan lingkungannya. Seorang konselor berusaha mengajak klien agar
semakin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan
yang tegas, melatih klien untuk bisa berfikir dan berbuat yang lebih realistis
dan rasional.[1]
\
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian pendekatan konseling Rational
Emotive Therapy itu?
2.
Bagaimanakah hakekat manusia menurut
Rational Emotive Therapy (RET)?
3.
Bagaimanakah fungsi dan peran konselor
dalam Rational Emotive Therapy (RET)?
4.
Apa saja teknik-teknik yang digunakan
dalam Rational Emotive Therapy (RET)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Konseling Rational Emotive Therapy (RET)
Menurut Andi
Mappiare, Rational Emotive Therapy (RET) adalah suatu rancangan terapeutik dalam
konseling atau psikoterapi.[2] Kemudian
W.S. Winkel dalam bukunya Bimbingan dan Konseling
di Institusi Pendidikan memberikan pengertian Rational Emotive Therapy adalah corak konseling yang menekankan
kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan
berperilaku, serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam
dalam cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara
berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya,
harus dibantu untuk meninjau kembali caranya berfikir dan memanfaatkan akal
yang sehat.[3]
Teori ini kembangkan pada
tahun 1950-an oleh Albert Ellis, seorang
ahli clinical psychology (psikologi klinis).[4] Dalam
Rational Emotive Therapy ini
mementingkan berfikir rasional sebagai tujuan terapeutik, menekankan modifikasi
atau pengubahan keyakinan irasional yang telah merusak berbagai konsekuensi
emosional dan tingkah laku. Atau secara ringkasnya seorang klien didukung untuk
menggantikan ide-ide yang tidak rasional dengan ide yang lebih rasional untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam hidupnya.[5]
Adapun
tujuan utama Rational Emotive Therapy
ini adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan
diri. Dan untuk mencapai perilaku yang rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi
diri.[6]
Dalam konseling rational emotive, seorang konselor harus menempatkan dirinya
sebagai seorang pribadi yang lebih aktif untuk menelusuri masalah yang dihadapi
seorang klien.
B. Hakekat manusia menurut Rational
Emotive Therapy (RET)
Rational Emotive
Therapy (RET) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan
bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur
maupun untuk berfikir irasional dan jahat.[7]
Ada beberapa pandangan terkait hakikat manusia yang diajukan oleh Albert Ellis,
yang mewarnai teori Rational Emotive
Therapy ialah sebagai berikut:[8]
a.
Manusia dipandang sebagai makhluk yang
rasional dan juga tidak rasional.
Pada hakikatnya manusia itu
memiliki kecenderungan untuk berfikir yang rasional atau logis, disamping itu
juga ia memiliki kecenderungan untuk berfikir tidak rasional atau tidak logis.
Kedua kecenderungan yang dimiliki oleh manusia ini akan tampak dengan jelas dan
tergambar dalam bentuk tingkah lakunya yang nyata. Dengan kata lain, dapat
dijelaskan apabila seseorang telah berfikir rasional atau logis yang dapat
diterima dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah laku rasional dan
logis pula, atau disebut sebagai manusia
yang sehat. Tetapi sebaliknya apabila seseorang itu berfikir yang tidak
rasional atau tidak bisa diterima akal sehat maka ia menunjukkan tingkah laku
yang tidak rasional, atau dalam Rational
Emotive Therapy (RET) disebut sebagai manusia
yang tidak sehat. Pola berfikir semacam inilah oleh Ellis yang disebut
sebagai penyebab seseorang itu mengalami gangguan emosional.
Albert Ellis mengungkapkan beberapa
factor (penyebab) manusia berfikir tidak
rasional, diantaranya:
1.
Bahwa seseorang itu pada hakikatnya
ingin dihargai, dicintai ataupun disayangi oleh setiap orang.
2.
Bahwa seseorang itu memiliki kecenderungan
untuk ingin yang serba sempurna dalam hidupnya.
3.
Bahwa diantara manusia ini tidak
semuanya tergolong baik, dan ada pula manusia yang tergolong jahat, kejam, dan
jelek.
4.
Manusia memiliki kecenderunagn memandang
bahwa malapetaka yang terjadi sebagai suatu yang tidak diinginkan.
5.
Ketidaksenangan, ketidakpuasan, ataupun ketidakbahagiaan
pada seseorang itu dipandang bersumber dari kondisi luar dirinya semata.
6.
Seseorang memiliki kecenderungan untuk
hidup bergantung kepada orang lain.
7.
Seseorang memiliki kecenderungan lebih
mudah menghindari tanggung jawab (kesulitan-kesulitan) daripada menghadapinya.
8.
Seseorang memiliki kecenderungan untuk
tidak menghiraukan masalah-masalah orang lain. Karena dipandang oleh seseorag
bahwa masalah orang lain itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sendiri.
9.
Pengalaman masa lalu dipandang sebagai
suatu factor yang menentukan tingkah laku masa kini (sekarang).
10. Seseorang
memiliki kecenderungan untuk mencari pemecahan suatu masalah yang sempurna.
b.
Pikiran, perasaan, dan tindakan manusia
adalah merupakan suatu proses yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan.
Rational
Emotive Therapy (RET) memandang bahwa manusia itu tidak
akan bisa lepas dari perasaan dan perbuatannya. Perasaan seseorang senantiasa
melibatkan pikiran dan tindakannya. Tindakan selalu melibatkan pikiran dan perasaaan
seseorang. Apabila seseorang merasakan sesuatu, maka ia memikirkan dan
bertindak tentang sesuatu itu. Demikian pula sebaliknya. Karena itu untuk
memahami bentuk-bentuk penyimpangan tingkah laku tertentu pada seseorang, maka
hendaknya dipahami bagaimana ia berperasaan, berfikir, menerima dan
melaksanakan sesuatu itu, serta apa yang ada dibalik semua itu.
c.
Individu bersifat unik dan memiliki
potensi untuk memahami keterbatasanya, serta potensi mengubah pandangan dasar
dan nilai-nilai yang diterimanya secara tidak kritis.
Individu itu dilahirkan dengan
membawa potensi-potensi tertentu, ia memiliki berbagai kelebihan dan
kekurangannya serta keterbatasannya yang bersifat unik. Sesuai dengan prinsip
diferensiasi bahwa seseorang itu tidak
ada yang identik atau sama persis. Rational
Emotive Therapy (RET) memandang bahwa individu itu memiliki potensi untuk
memahami kelebihan-kelebihan dan keterbatasan-keterbatasannya itu. Namun
disela-sela kelebihan dan keterbatasan itu individu harus memiliki potensi
untuk berpandangan yang rasional dan realistis, agar individu itu mampu
melakukan adaptasi diri dengan baik.
C. Fungsi dan peran konselor dalam
Rational Emotive Therapy (RET)
Fungsi konselor dalam Rational Emotive Therapy ini adalah mengajak dan membuka ketidaklogisan
pola berfikir klien dan membantu klien mengubah pikirannya yang irasional dengan
mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang.[9]
Peran konselor dalam proses
konseling rasional emotif akan tampak jelas dengan langkah-langkah konseling
sebagai berikut:[10]
a)
Langkah pertama
Dalam langkah ini konselor berusaha
menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan
keyakinannya yang tidak rasional. Disini klien harus belajar untuk memisahkan
keyakinan rasional dari yang tidak rasional. Pada tahap ini peranan konselor
adalah sebagai propagandis yang berusaha mendorong, membujuk, meyakinkan,
bahkan sampai kepada mengendalikan klien untuk menerima gagasan yang logis dan
rasional. Jadi, pada langkah ini peran konseling ialah menyadarkan klien bahwa
gangguan atau masalah yang dihadapinya disebabkan oleh cara berfikirnya yang
tidak logis.
b)
Langkah kedua
Peranan konselor adalah meyadarkan
klien bahwa pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab
sendiri. Maka dari itu dalam konseling rasional emotif ini konselor berperan
untuk menunjukkkan dan menyadakan klien, bahwa gangguan emosional yang selama
ini dirasakannya akan terus menghantuinya apabila dirinya akan tetap berfikir
secara tidak logis. Oleh karenanya klienlah yang harus memikul tanggung jawab
secara keseluruhan terhadap masalahnya sendiri.
c)
Langkah ketiga
Pada langkah ketiga ini konselor
berperan mengajak klien untuk menghilangkan cara berfikir dan gagasan yang
tidak rasional. Konselor tidaklah cukup menunjukkan klien bagaimana proses
ketidaklogisan berfikir ini, tetapi lebih jauh dari itu konselor harus berusaha
mengajak klien mengubah cara berfikirnya dengan cara menghilangkan
gagasan-gagasan yang tidak rasional.
d)
Langkah keempat
Peranan
konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindarkan
diri dari keyakinan yang tidak rasional. Konselor berperan untuk menyerang inti
cara berfikir yang tidak rasional dari klien dan mengajarkan bagaimana caranya
mengganti cara berfikir yang tidak rasional dengan rasional.
D. Teknik-teknik yang digunakan dalam
Rational Emotive Therapy (RET)
Sebagaimana telah diuraikan dimuka bahwa inti dari
konseling rasional emotif adalah menghilangkan cara berfkir yang tidak logis
yang dapat menimbulkan gangguan emosional.
Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan berberapa
teknik konseling rasional emotif sebagai berikut:[11]
a.
Teknik pengajaran
Dalam konseling rasional emotif
konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik
pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta
menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan
berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
b.
Teknik konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini,
konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah
berfikir logis empiris.
c.
Teknik persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan
klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak
benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai
argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa
diterima atau tidak benar.
d.
Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan
klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini
bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota
masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk
memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Rational Emotive Therapy
(RET) adalah pendekatan konseling yang mementingkan berfikir rasional sebagai
tujuan terapeutik, menekankan modifikasi atau pengubahan keyakinan irasional
yang telah merusak berbagai konsekuensi emosional dan tingkah laku. Atau
pendekatan konseling yang mengajak klien untuk menggantikan ide-ide yang tidak
rasional dengan ide yang lebih rasional untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi dalam hidupnya. Teori ini mucul dan berkembang pada tahun 1950-an oleh
Albert Ellis, seorang ahli clinical psychology (psikologi klinis).
2. Rational Emotive Therapy (RET)
adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun untuk berfikir irasional
dan jahat. Manusia sehat menurut RET
adalah jika seseorang telah berfikir rasional atau logis yang dapat diterima
dengan akal sehat, maka orang itu akan bertingkah laku rasional dan logis.
Sedangkan manusia tidak sehat menurut
RET adalah jika seseorang itu berfikir yang tidak rasional atau tidak bisa
diterima akal sehat maka ia menunjukkan tingkah laku yang tidak rasional.
3. Fungsi
konselor dalam Rational Emotive Therapy
ini adalah mengajak dan membuka ketidaklogisan pola berfikir klien dan membantu
klien mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka
dan terus terang. Sedangkan peran konselor dalam proses konseling rasional
emotif adalah menyadarkan klien bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya
disebabkan oleh cara berfikirnya yang tidak logis, meyadarkan klien bahwa
pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri, berperan
mengajak klien untuk menghilangkan cara berfikir dan gagasan yang tidak
rasional, dan mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan
menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional.
4. Berberapa
teknik konseling rasional emotif, yakni:
a.
Teknik pengajaran
b.
Teknik konfrontasi
c.
Teknik persuasif
d.
Teknik pemberian tugas
DAFTAR
PUSTAKA
Corey,
Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
Bandung: PT Refika Aditama, 2010
Mappiare AT, Andi.
Pengantar Konseling dan Psikoterapi,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010
Corey,
Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan
Psikoterapi, Bandung: PT
Eresco,
1997
Sukardi,
MBA, MM, Drs. Dewa Ketut. Pengantar
Pelaksanaan Bimbingan
Konseling di Sekolah,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Winkel,
W.S. dan Hastuti, M.M. Sri. Bimbingan dan
Konseling di Institusi
Pendidikan, Yogyakarta:
Media Abadi, 2004
[2] Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2010 hal 156
[3] W.S. Winkel dan M.M. Sri
Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan Yogyakarta: Media Abadi, 2004 hal 429
[4] Drs. Dewa Ketut Sukardi, MBA,
MM, Pengantar Pelaksanaan Bimbingan
Konseling di Sekolah Jakarta: Rineka Cipta, 2008 hal 51
[5] Andi Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2010 hal 156
[7]
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi
Bandung: PT Refika Aditama, 2010 hal 238
[9] W.S. Winkel dan M.M. Sri
Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan Yogyakarta: Media Abadi, 2004 hal 429
Tidak ada komentar:
Posting Komentar