Pengikut

Senin, 30 April 2012










 Proses Pembelajaran dan Kreativitas



KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, yang telah melimpahkan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita senantiasa dalam perlindungannya.
Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari jaman Jahiliah menuju jalan yang terang benderang yakni ad dinul Islam.
Syukur Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, makalah ini dapat terselesaikan. Adapun makalah ini kami beri judul “ proses pembelajaran dan kreativitas”. Sebagaimana kita ketahui bahwa bakat erat kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama dalam proses belajarnya.  Dalam makalah ini kami akan membahas perlunya kita mengetahui proses pembelajaran dan kreativitas.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, sehingga kami mengharapkan kritik serta saran dari dosen pengampu demi kesempurnaan makalah ini.


Surabaya, 24 Oktober 2011



                                                                                                Penyusun











DAFTAR ISI



Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
Bab I   :  Pendahuluan........................................................................................... 1
A.    Latar Belakang.................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 1
Bab II :  Pembahasan............................................................................................ 2
A.    Konsep kreativitas.............................................................................. 2
B.     Hubungan pembelajaran dengan kreativitas anak............................. 10
C.     Peran orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak................ 12
Bab III   :     Kesimpulan...................................................................................... 14
Daftar Pustaka..................................................................................................... 16

















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sepanjang sejarah umat manusia, kreativitas menjadi topic perhatian, tetapi baru sejak beberapa dasawarsa krativitas menjadi subyek penelitian ilmiah dan empiris. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki dan tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya.
Kendala konseptual lainnya terhadap “ gerakan kreativitas “ terletak pada alat-alat ukur (tes) yang biasanya dipakai disekolah-sekolah, yaitu tes intelegensi tradisional yang mengukur kemampuan murid untuk belajar dan tes prestasi belajar untuk menilai kemajuan siswa selama program pendidikan.
Kemampuan berfikir divergen dan kreatif, yaitu menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas suatu masalah, jarang diukur. Hanya beberapa sekolah menyadari pentingnya penggunaan tes kreativitas di samping tes intelegensi untuk menyeleksi calon murid.
Sebab utama dari kurangnya perhatian dunia pendidikan dan psikologi terhadap kreativitas terletak pada kesulitan merusmuskan konsep kreativitas itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Konsep Kreativitas?
2.      Bagaimana hubungan pembelajaran dengan kreativitas anak?
3.      Bagaimana peran orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Kreativitas
Ø Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock 1978). Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik (Alvian, 1983). Kretaivitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berfikir (Utami Munandar, 1977).[1]
Kreativitas adalah hasil dari inretaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang pun mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubah di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreatif. Implikasinya ialah bahwa kemampuan kreatif dapat ditingkatkan melalui pendidikan.[2]
Supriadi (2001: 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Keberhasilan kreativitas menurut Amabile (Munandar, 2004: 77) adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. Persimpangan kreativitas tersebut – yang disebut dengan teori persimpangan kreativitas (creativity intersection)[3].
Menurut Abdurrahman (2005:35), kreativitas anak adalah kemampuan untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang asli, tidak biasa, dan sangat fleksibel dalam merespon dan mengembangkan pemikiran dan aktivitas. Pada anak usia dini kreativitas akan terlihat jelas ketika anak bermain, di mana ia menciptakan berbagai bentuk karya, lukisan ataupun khayalan spontanitas dengan alat mainannya.[4]
Kreativitas anak usia dini adalah kreativitas alamiah yang dibawa dari sejak lahir. Kreativitas alami seorang anak usia dini terlihat dari rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada orang tuanya terhadap sesuatu yang dilihatnya. Adakalanya pertanyaan itu diulang-ulang dan tidak ada habis-habisnya. Selain itu anak juga senang mengutak-atik alat mainannya sehingga tidak awet dan cepat rusak hanya karena rasa ingin tahu terhadap proses kejadian.
 Para ahli menegaskan bahwa kreativitas mencapai puncaknya di usia antara 4 sampai 4,5 tahun. Anak usia prasekolah memiliki imajinasi yang amat kaya sedangkan imajinasi merupakan dasar dari semua jenis kegiatan kreatif. Mereka memiliki “kreativitas alamiah” yang tampak dari perilaku seperti sering bertanya, tertarik untuk mencoba segala sesuatu, dan memiliki daya khayal yang kuat (Kak Seto, 2004:11).
Dasar pertimbangan yang berkaitan dengan pengembangan kreatifitas anak dapat diintisarikan sebagai berikut:
a.       Masih sangat kurang pelayanan pendidikan khusus bagi anak sebagai sumber daya manusia berpotensi unggul apabila diberi kesempatan pendidikan sesuai dengan potensinya.
b.      Dalam pelayanan anak, pengembangan kreativitas sebagai salah satu faktor utama yang menentukan keberbakatan merupakan suatu tuntunan.
c.       Tampak adanya kesenjangan antara kebutuhan akan kreativitas dan perwujudannya di dalam masyarakat pada umumnya, dan khususnya dalam pendidikan di sekolah.
d.      Pendidikan di sekolah lebihg berorientasi pada pengembangan intelegensi (kecerdasan) daripada pengembangan kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup.
e.       Pendidik (guru dna orang tua) masih kurang dapat memahami arti kreativitas dan bagaimana mengembangkannya pada anak dalam tiga lingkungan pendidikan, yaitu di rumah, sekolah dan masyarakat.
f.       Masih banyak kendala lagi secara makro (masyarakat dan kebudayaan) maupun secara mikro (dalam keluarga, sekolah dan pekerjaan) terhadap pengembangan kreativitas.[5]
Ø Ciri-ciri Kreativitas
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
a.      Aspek Kognitif
Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan cara berfikir kreatif atau difergen.
a)      Keterampilan berfikir lancar
b)      Keterampilan berfikir luwes
c)      Keterampilan berfikir orisinal
d)     Keterampilan memperinci dan menilai
Semakin kreatif seseorang ciri-ciri itu semakin dimiliki. (Williams dalam Munandar, 1999: 88)
b.      Aspek afektif
Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang, yaitu:
a)      rasa ingin tahu;
b)      bersifat imajinatif/fantasi
c)      merasa tertantang oleh kemajemukan
d)     sifat berani mengambil resiko
e)      sifat menghargai
f)       percaya diri
g)      keterbukaan terhadap pengalaman baru; dan
h)      menonjol dalam salah satu bidang seni (Williams & Munandar, 1999).[6]
Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu:
(1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa;
(2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa;
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri;
(4) memberi penghargaan kepada siswa; dan
(5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.[7]
Kemampuan kreatif adalah Menciptakan gagasan/ide, Mengenal kemungkinan alternative, Melihat kombinasi yang tidak diduga, Memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu yang tidak lazim[8].
Ciri-ciri orang kreatif menurut Utami Munandar (1995) adalah :
1.      Keterbukaan terhadap pengalaman baru
2.      Kelenturan dalam berpikir
3.      Kebebasan dalam mengekpresikan diri
4.       Menyukai dan menghargai fantasi
5.      Kepercayaan terhadap gagasan-gagasan sendiri
6.      Kemandirian dalam memberikan pertimbangan
7.      Rasa ingin tahu yang luasdan mendalam
8.      Memberikan banyak gagasan atu usul dalam suatu masalah
9.      Menonjol dalam salah satu bidang seni
10.  Mampu melihat satu masalah dalam berbagai sisi atau sudut pndang
11.  Mempunyai rasa humor
12.  Orisinal dalam mengungkapkan gagasan dan pemecahan masalah.[9]
Teknik mengembangkan kreativitas anak adalah
·         Cara efektif seorang guru untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan kreatif adalah dengan berdialog interaktif dengan siswa, bukan monolog
·         Guru harus bisa mengajukan pertanyaan yang mendorong anak berpikir kreatif
·         Pertanyaan haruslah berbentuk divergen, dimana untuk menjaabnya siswa harus menggunakan proses berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi
·         Pertanyaan yang divergen memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan pola pikir dari arah yang sempit menuju ke luas.[10]
Ø Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas yaitu,
1.      Orang tua atau pendidik dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu.
2.      Orang tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan, dan perilaku anak.
3.      Orang tua atau pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya.
4.      Orang tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif.
5.      Orang tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.[11]
Kreativitas membutuhkan EQ (kecerdasan emosional). Goleman seorang pakar EQ mengatakan, IQ menyumbang 20 persen saja dalam keberhasilan seseorang sementara 80 persen lainnya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Misalnya kesediaan untuk bekerja keras, disiplin, rasa percaya diri, dan termasuk di dalamnya EQ. Kesemuanya faktor penunjang kreativitas ini dapat dibina, dilatih, dan dikembangkan sejak anak berusia dini.
Ø Perlunya dikembangkan kreativitas pada anak
Dr. Utami Munandar memberikan empat alasan perlunya dikembangkan kreativitas pada anak yaitu:
1.   Dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia.
2.   Kreativitas atau cara berpikir kreatif, dalam arti kemampuan untuk menemukan cara-cara baru memecahkan suatu permasalahan.
3.   Bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan pada individu. Hal ini terlihat jelas pada anak-anak yang bermain balok-balok atau permainan konstruktif lainnya. Mereka tanpa bosan menyusun bentuk-bentuk kombinasi baru dengan alat permainannya sehingga seringkali lupa terhadap hal-hal lain.
4.   Kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya. Dengan kreativitas seseorang terdorong untuk membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.[12]

B.     Hubungan pembelajaran dengan kreativitas anak
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. [13]
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, kreativitas anak dirangsang dan dieksplorasi melalui kegiatan bermain sambil belajar sebab bermain merupakan sifat alami anak.
Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa anak pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.[14]
Ø  Pembelajaran bagi anak usia dini
Berdasarkan definisi Konsensus Knowles dalam Mappa (1994: 12) pembelajaran merupakan suatu proses di dalam mana perilaku diubah, dibenarkan atau dikendalikan. Sementara itu Abdulhak (2000: 25) menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi edukatif antara peserta didik dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Pembelajaran di kelompok bermain jelas sangat berbeda dengan di sekolah, dimana pembelajaran dilakukan dalam suasana bermain yang menyenangkan.[15]
Anak-anak usia dini dapat saja diberikan materi pelajaran, diajari membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan bukan hanya itu saja, mereka bisa saja diajari tentang sejarah, geografi, dan lain-lainnya. Jerome Bruner menyatakan, setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain (Supriadi, 2002: 40).
Permainan atau bermain adalah kata kunci pada pendidikan anak usia dini. Ia sebagai media sekaligus sebagai substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan atau sambil bermain yang melibatkan semua indra anak.
Supriadi (2002: 40) menjelaskan bahwa Bruner dan Donalson dari telaahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain. Bermain bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan.
Menurut Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16) melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.[16]

C.    Peran orang tua dalam mengembangkan kreativitas anak
            Kreativitas merupakan kunci sukses dan keberhasilan dalam kehidupan. Orang yang tidak kreatif, kehidupannya statis dan sulit sekali meraih keberhasilan. Dengan keadaan zaman yang sudah mengglobal dan penuh dengan tantangan serta persaingan seperti sekarang ini membutuhkan orang-orang yang kreatif. Begitu bermaknanya kreativitas bagi kehidupan seseorang, maka pendidikan dan pengembangan kreativitas tidak bisa ditunda-tunda, harus dimulai sejak  usia dini. Agar kreativitas anak dapat berkembang secara optimal, maka orang tua atau guru dapat melakukan strategi 4P yaitu[17]:
1.      Pribadi, orang tua harus paham, tiap anak memiliki pribadi berbeda, tiap anak adalah unik. Karena itu kreativitas juga merupakan sesuatu yang unik.
2.      Pendorong, untuk mengembangkan kreativitas anak, orang tua harus dapat memberikan dorongan kepada anaknya agar dapat memunculkan motivasi dalam diri anak yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. [18]
3.      Proses, jika sarana dan prasana sudah tersedia, dorongan sudah ada, maka anakpun akan berproses dan berkreasi. Nah, proses inilah yang penting untuk anak ketika bermain. Ia akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara kreatif. Entah dengan melukis, menyusun balok-balok menjadi sebuah menara dan sebagainya. Hargailah kreasinya tanpa perlu berlebihan. Sebab, secara intuitif anak akan tahu, apakah penghargaan itu tulus atau sekadar basa-basi.
4.      Produk, setelah ketiga faktor di atas dipenuhi, maka anakpun akan menghasilkan produk kreatif. Produk kreatif anak usia dini dapat berupa lukisan, alat mainan, bentukan tanah liat. Peran orang tua di sini adalah memberikan penghargaan atas produk-produk yang dihasilkan anak dengan cara memberi pujian atau memajang hasil karya anak.[19]
            Kreativitas anak akan berkembang jika orang tua mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif seperti teliti, cermat, disiplin, dan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicontoh oleh anak. Selain itu kreatif dalam berkarya seperti membuat alat permainan bersama-sama dengan anak, memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada di lingkungan atau bahan bekas kemasan kebutuhan rumah tangga.
            Peran orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, bukan memaksakan kehendak kepada anak. Karena kreativitas lebih bersifat personal dan privasi, ketimbang sosial dan massal, maka tumbuh kembangnya membutuhkan berbagai interaksi. Menumbuhkembangkan pola interaksi yang positif antara orang tua dengan anak di rumah melalui bermain dengan suasana yang menyenangkan merupakan sarana yang paling baik untuk merangsang dan mengembangkan kreativitas anak.[20]














BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kreativitas anak usia dini adalah kreativitas alamiah yang dibawa dari sejak lahir. Kreativitas alami seorang anak usia dini terlihat dari rasa ingin tahunya yang besar. Hal ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada orang tuanya terhadap sesuatu yang dilihatnya. Adakalanya pertanyaan itu diulang-ulang dan tidak ada habis-habisnya. Selain itu anak juga senang mengutak-atik alat mainannya sehingga tidak awet dan cepat rusak hanya karena rasa ingin tahu terhadap proses kejadian.
Ciri-ciri orang kreatif menurut Utami Munandar (1995) adalah :
Ø  Keterbukaan terhadap pengalaman baru
Ø  Kelenturan dalam berpikir
Ø  Kebebasan dalam mengekpresikan diri
Ø   Menyukai dan menghargai fantasi
Ø  Kepercayaan terhadap gagasan-gagasan sendiri
Ø  Kemandirian dalam memberikan pertimbangan
Ø  Rasa ingin tahu yang luasdan mendalam
Ø  Memberikan banyak gagasan atu usul dalam suatu masalah
Ø  Menonjol dalam salah satu bidang seni
Ø  Mampu melihat satu masalah dalam berbagai sisi atau sudut pndang
Ø  Mempunyai rasa humor
Ø  Orisinal dalam mengungkapkan gagasan dan pemecahan masalah
Kreativitas seseorang berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (diri sendiri) dan eksternal (lingkungan). Faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri, seperti kondisi kesehatan fisik, tingkat kecerdesan (IQ), dan kesehatan mental. Sementara faktor lingkungan yang mendukung perkembangan kreativitas yaitu,
a)      Orang tua atau pendidik dapat menerima anak apa adanya, serta memberi kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya dia baik dan mampu.
b)      Orang tua atau guru bersikap empati kepada anak, dalam arti mereka memahami pikiran, perasaan, dan perilaku anak.
c)      Orang tua atau pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pendapatnya.
d)     Orang tua atau pendidik memupuk sikap dan minat anak dengan berbagai kegiatan yang positif.
e)      Orang tua atau pendidik menyediakan sarana prasarana pendidikan yang memungkinkan anak mengembangkan keterampilannya dalam membuat karya-karya yang produktif-inovatif.
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini.
Peran orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam memfasilitasi perkembangan kreativitas anak, bukan memaksakan kehendak kepada anak. Karena kreativitas lebih bersifat personal dan privasi, ketimbang sosial dan massal, maka tumbuh kembangnya membutuhkan berbagai interaksi. Menumbuhkembangkan pola interaksi yang positif antara orang tua dengan anak di rumah melalui bermain dengan suasana yang menyenangkan merupakan sarana yang paling baik untuk merangsang dan mengembangkan kreativitas anak











DAFTAR PUSTAKA

Ø  Munandar. U. 1999. Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Ø  Munandar. U. 2002. Kreativitas dan Keterbakatan. Jakarta: PT Gramedia pustaka utama








[1] Heru basuki
[2] Utama Munandar. Pengembangan Kreativitas anak berbakat.( Jakarta: Rineka cipra, 1999). Hal  12
[5] Utama Munandar. Pengembangan Kreativitas anak berbakat. Hal  12-13
[8] utami Pengembangan Kreativitas anak berbakat. Hal  11
[9] Ibid. hal 14
[11] ibid
[12] Utami munandar. Kreativitas dan keterbakatan.( Jakarta: PT Gramedia pustaka utama, 2002). Hal 11
[15] ibid
[17] Utami munandar. Kreativitas dan keterbakatan. Hal  25
[18] Utami munandar. Pengembangan Kreativitas anak berbakat. Hal  20-21
[19] Utami munandar. Kreativitas dan keterbakatan. Hal  27-28

KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA 
Diusia Lanjut


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kita pasti akan merasa senang sekali jika didalam keluarga itu tidak ada amarah, tidak ada emosi, tidak ada kata-kata kotor atau makian dari mulai orang tua kita kepada kita, kita kepada orang tua kita, dengan isteri kita, juga dengan anak-anak kita. Sungguh indah keluarga kita. Inilah yang sering kita idam-idamkan. Keluarga yang sakinah, keluarga yang saling pengertian.
Jika senantiasa rukun, jika kita senantiasa berjamaah, insyaallah keluarga kita akan menjadi keluarga yang saling pengertian, keluarga yang sakinah. Begitu indahnya keluarga kita, kita setiap hari berdoa kepada Allah agar keluarga kita menjadi keluarga sakinah.
Keluarga sakinah tidak bisa kita dapatkan hanya dengan berdoa saja, tapi keluarga sakinah itu bisa kita dapatkan benar-benar dengan aplikasi kita dengan kehidupan sehari-hari kita dengan keluarga. Janganlah kita menomorsatukan nafsu kita, janganlah kita marah, jengkel kalau ada masalah dengan isteri atau suami kita. Tidak saling mendahulukan amarah, tidak mendahulukan kata-kata yang kotor, kita tidak mendahulukan keinginan kita yang sebenarnya itulah nafsu kita, itulah kesenangan kita.
Malaikat Roqib akan senantiasa menilai kita dan keluarga kita, dan akan disampaikan kepada Allah taala, dan Allah akan memberikan sakinah kepada keluarga kita. Allah akan memberikan nantinya pengertian kepada keluarga kita sehingga keluarga kita benar-benar menjadi keluarga yang harmonis, keluarga yang penuh ridho dari Allah Ta’ala, amin.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah indikator keluarga sakinah itu?
2.      Bagaimanakah proses penuaan berlangsung?
3.      Bagaimanakah pendekatan holistik pada pendidikan anak?
4.      Bagaimanakah komitmen agama dalam keluarga?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    INDIKATOR KELUARGA SAKINAH
Keluarga menurut makna sosiologi adalah kesatuan masyarakat (sosial) berdasarkan hubungan perkawinan atau pertalian darah.[1] Pertalian keluarga atau keturunan diatur secara parental atau bilateral yaitu garis keturunan yang berdasarkan garis keturunan orang tua. Garis keturunan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.   Matrilineal, pertalian keluarga menurut garis ibu
2.   Patrilineal, pertalian keluarga menurut garis bapak
Dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksud keluarga adalah sebagai berikut:
a.    Sanak saudara, kaum kerabat.  
b.   Orang seisi rumah, suami-istri, anak.  
c.    Orang yang berada dalam satu naungan organisasi tertentu atau sejenisnya. 
d.   Masyarakat terkecil berbentuk keluarga.
Sakinah dalam bahasa Arab berarti ketenangan dan ketentraman jiwa. Sedangkan kata sakinah menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a)      Menurut Rasyid Ridla, sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari goncangan batin dan kekalutan.
b)      Al-Isfahan (ahli fiqh dan tafsir) mengartikan sakinah dengan tidak adanya rasa gentar dalam menghadapi sesuatu.
c)      Al-Jurjani (ahli bahasa), sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak diduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (‘ain al-yaqin).
d)     Ada pula yang menyamakan sakinah itu dengan kata “rahmah” dan “thuma’ninah”, yang artinya tenang, tidak gundah dalam melaksanakan ibadah.
Istilah keluarga sakinah merupakan dua kata yang saling melengkapi, yakni kata sakinah sebagai kata sifat yaitu untuk menyifati atau menerangkan kata keluarga. Keluarga sakinah berpengertian keluarga yang tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir batin.
Munculnya istilah keluarga sakinah ini sesuai dengan firman Allah pada surat Ar-Rum ayat 21 yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga adalah untuk mencari ketenangan dan ketentraman atas dasar mawaddah dan rahmah yaitu saling mencintai dan penuh rasa kasih sayang antara suami dan istri.
QS. Ar-Rum: 21
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur
 Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Dalam keluarga sakinah setiap anggotanya merasakan suasana tentram, damai, bahagia, aman, dan sejahtera lahir batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta, dan takanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Keluarga sakinah menurut program nasional Pemerintah Republik Indonesia melalui mentri agama 8 Januari 1999 sebagimana disebutkan dalam UU No. 1 th. 1974 tentang perkawinan pasal 1 ”perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.[2] Indikator keluarga sakinah sesuai dengan SK Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/71/1999 Pasal 4 adalah sebagai berikut:
1.      Keluarga Pra Sakinah, yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan material secara minimal seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
2.      Keluaraga Sakinah I, yaitu keluarga-keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan material secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarga, dan belum mampu mengikuti instruksi sosial keagamaan dengan lingkungannya. Dengan kriteria atau tolak ukur sebagai berikut:
a-      Tidak ada penyimpangan terhadap peraturan syari’at dan UU No. 1 tahun 1974
b-      Memiliki surat nikah
c-      Mempunyai perangkat sholat
d-     Terpenuhi kebutuhan makanan pokok
e-      Memiliki buku agama
f-       Memiliki Al-Qur’an
g-      Memiliki ijazah setingkat SD
h-      Tersedianya tempat tinggal sekalipun mengontrak
i-        Memiliki dua stel pakaian yang pantas
3.      Keluarga Sakinah II, yaitu keluarga-keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya dan juga mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga, serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya. Tapi belum mampu menghayati serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlaq mulia; infaq wakaf, amal jariyah, menabung dan sebagainya. Dengan kriteria atau tolak ukur sebagai berikut:
a-      Menurunnya angka perceraian dalam keluarga
b-      Meningkatnya penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok
c-      Memiliki ijazah setingkay SLTP
d-     Banyaknya keluarga yang memiliki rumah sendiri meskipun sederhana
e-      Banyaknya keluarga yang ikut kegiatan sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan
f-       Dapat memenuhi empat sehat lima sempurna
4.      Keluarga Sakinah III, yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, dan sosial psikologis, serta pengembangan keluarganya, tapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. Dengan kriteria atau tolak ukur sebagai berikut:
a-      Meningkatnya kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga
b-      Keluarga aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan
c-      Meningkatnya kesehatan masyarakat
d-     Keluarga utuh tidak cerai
e-      Memiliki ijazah setingkat SLTA
f-       Meningkatnya pengeluaran untuk shadaqah
g-      Meningkatnya pengeluaran untuk qurban
5.      Keluarga Sakinah III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. Dengan kriteria atau tolak ukur sebagai berikut:
a-      Banyaknya anggota keluarga yang telah melaksanakan haji
b-      Meningkatnya jumlah tokoh agama dan tokoh organisasi dalam keluarga
c-      Meningkatnya jumlah wakaf
d-     Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memenuhi ajaran agama
e-      Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama
f-       Banyaknya anggota keluarga yang mempunyai ijazah sarjana
g-      Masyarakat yang berakhlaq mulia
h-      Tumbuh kembangnya perasaan cinta dan kasih sayang dalam anggota masyarakat
i-        Keluarga yang di dalamnya terdapat cinta dan kasih sayang [3]

B.     PROSES PENUAAN
Proses penuaan adalah siklus yang ditandai dengan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena bertambahnya umur. Umumnya proses penuaan dapat dilihat dari garis-garis kerutan di permukaan kulit, baik kulit wajah ataupun kulit di bagian tubuh lainnya. Berikut adalah gejala penuaan pada kulit:
1.      Garis wajah terlihat lebih jelas
2.      Terdapat garis kerutan pada kulit di daerah mata, pipi, leher, atau tangan
3.      Kulit menunjukkan elastisitas yang kurang sehingga jika terjadi peregangan pada kulit sulit untuk kembali
4.      Pada kebanyakan perempuan pascamenopause, produksi hormon etrogen mulai berkurang. Pada proses ini kulit dan jaringan-jaringan lain mulai menipis  dan tidak lentur lagi. Selain itu kulit menjadi lebih keriput, serta rambut mulai menipis dan beruban.[4]



QS. Al-Mu’min: 67
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami berbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
Siklus khidupan manusia dimulai dengan kelahirannya, kemudian ia tumbuh menjadi seorang anak, dewasa, menjadi tua dan kemudian pada akhirnya ia mati. Sebagian manusia hidup dengan siklus yang penuh dari lahir menjadi dewasa, tua dan mati, tapi ada juga yang tidak.[5]
QS. Al-Hajj: 5
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# bÎ) óOçFZä. Îû 5=÷ƒu z`ÏiB Ï]÷èt7ø9$# $¯RÎ*sù /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ ¢OèO `ÏB 7ptóôÒB 7ps)¯=sƒC ÎŽöxîur 7ps)¯=sƒèC tûÎiüt7ãYÏj9 öNä3s9 4 É)çRur Îû ÏQ%tnöF{$# $tB âä!$t±nS #n<Î) 9@y_r& wK|¡B §NèO öNä3ã_̍øƒéU WxøÿÏÛ ¢OèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ( Nà6ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGムNà6ZÏBur `¨B Štãƒ #n<Î) ÉAsŒör& ̍ßJãèø9$# Ÿxøx6Ï9 zNn=÷ètƒ .`ÏB Ï÷èt/ 8Nù=Ïæ $\«øx© 4 ts?ur šßöF{$# ZoyÏB$yd !#sŒÎ*sù $uZø9tRr& $ygøŠn=tæ uä!$yJø9$# ôN¨tI÷d$# ôMt/uur ôMtFt6/Rr&ur `ÏB Èe@à2 £l÷ry 8kŠÎgt/ ÇÎÈ  
5.      Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.[6]

·         Faktor-faktor pemicu proses penuaan:
1.      Faktor genetik, merupakan faktor bawaan (keturunan) yang berbeda pada setiap individu. Faktor inilah yang mempengaruhi perbedaan efek menua pada setiap individu. Seorang individu dapat lebih cepat atau lebih lambat proses penuaannya. Misalnya seseorang yang mempunyai bawaan penuaan dini, mempunyai keturunan mengidap penyakit tertentu, perbedaan tingkat intelegensi, warna kulit, tipe kepribadian, dan lain-lain.
2.      Faktor endogenetik, terkait dengan proses penuaan faktor ini adalah perusakan sel. Terjadi pula perubahan-perubahan seperti perubahan struktural dan penurunan fungsional, kemampuan dan daya adaptasi kulit untuk mensintesis vitamin D.
3.      Faktor lingkungan dan gaya hidup, faktor ini berkaitan erat dengan asupan zat gizi, kebiasaan merokok, minuman alkohol dan kafein, tingkat polusi, obat-obatan, penyinaran ultraviolet, dsb. Selain itu sikap lingkungan sosial budaya juga banyak mempengaruhi kondisi penuaan manusia.[7]



C.    PENDEKATAN HOLISTIK PENDIDIKAN ANAK
Pendekatan holistik (whole-menyeluruh) adalah sebuah cara pandang yang memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek-aspek kehidupan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan seseorang.[8]
Beberapa pendekatan telah ditemukan dan diujicobakan dalam rangka memperbaiki output pendidikan. Salah satu pendekatan dalam proses pelaksanaan pendidikan yang mampu melihat anak secara keseluruhan adalah pendekatan holistik. Pada pendekatan ini setiap anak tidak hanya disiapkan untuk menjadi pekerja di masa depan, kecerdasan dan kemampuan anak lebih dikembangkan dari pada sekedar mengejar target nilai-nilai dan tes-tes yang telah distandarisasikan.
Pendekatan holistik dikemas melalui hubungan langsung antara anak dengan lingkungannya. Selain itu pendekatan ini tidak hanya melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah pada bagian-bagian tertentu, tapi merupakan makhluq yang bersifat utuh dan tingkah lakunya tidak dapat dijelaskan satu bagian aktivitasnya. Tidak hanya melalui potensi intelektualnya, namun juga dari potensi spiritual dan emosionalnya.
Pada proses pelaksanaannya pendekatan ini mengajak anak secara langsung untuk berinteraksi dengan lingkungan kehidupannya. Mengajak anak untuk berbagi pengalaman kehidupan nyata, mengalami peristiwa-peristiwa langsung yang diperoleh dari pengalaman kehidupan. Pendekatan ini berharap agar dapat menyalakan atau menghidupkan kecintaan anak akan pembelajaran.
Komunitas yang diciptakan pada proses pendidikan holistik harus dapat merangsang pertumbuhan kreativitas pribadi dan keingintahuan dengan cara berhubungan dengan dunia. Dengan demikian diharapkan anak memiliki rasa keingin tahuan yang besar terhadap apapun.
Model pendidikan holistik ini memunculkan kurikulum holistik yang berciri sebagai berikut:
1-      Spiritualitas adalah jantung dari setiap proses dan praktek pembelajaran.
2-      Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan dirinya dengan segala potensinya. Mereka harus diajak berhubungan dengan dirinya yang paling dalam (inner self) sehingga memahami eksistensi, otoritas, tapi sekaligus bergantung sepenuhnya pada pencipta-Nya.  
3-      Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir analitis tapi juga intuitif.
4-      Pembelajaran berkewajiban menumbuh kembangkan potensi kecerdasan ganda.
5-      Menyadarkan anak akan keterkaitannya dengan komunitas sekitarnya.
6-      Mengajak anak menyadari hubungannya dengan bumi dan ciptaan Allah selain manusia seperti hewan, tumbuhan dan benda (air, udara, tanah) sehingga mereka memiliki kesadaran ekologis.
7-      Menghantarkan anak untuk menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok (kooperatif, kolaboratif antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi, antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif).
8-      Pembelajaran yang tumbuh, menemukan, dan memeperluas cakrawala.[9]
      Diperlukan beberapa langkah untuk memiliki anak unggulan, yaitu:
1.      Memperhatikan kepribadian anak
2.      Memperhatikan kebutuhan anak
3.      Memperhatikan usia anak
4.      Menyeimbangkan pemberian hadiah dan sanksi[10]
Baik dalam konteks pendidikan Islam maupun pendidikan nasional, kedudukan orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pendidikan anak. Dalam sebuah sabda Rasulullah SAW: “bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia ini ada dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagi seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Hadits ini menjelaskan bahwa setiapa anak yang lahir di muka bumi ini adalah dalam keadaan bagaikan sehelai kertas putih (tabularasa). Di sinilah pentingnya orang tua dalam membentuk anaknya. Karena merekalah pelukis pertama yang akan mewarnai lukisan-lukisan lainnya. 
Pendekatan holistik dalam pendidikan anak ini mengundang semua pihak baik guru ataupun orang tua untuk bersama-sama menanamkan keimanan dan ketaqwaan. Pembentukan generasi muslim tidak hanya dilakukan oleh guru agama saja tapi juga didukung oleh guru-guru yang lainnya dan termasuk orang tua anak. Dengan demikian akan terbentuk sebuah generasi muslim yang cerdas, berkepribadia, dan berakhlaqul karimah.[11]

D.    KOMITMEN AGAMA DALAM KELUARGA
Menurut David McNally komitmen adalah janji serius untuk bertahan, untuk bangkit, tidak peduli seberapa banyak Anda telah dihantam. Komitmen melibatkan dua hal, yaitu:
1)      Komitmen menerima kemungkinan dari sebuah harga. Tidak ada komitmen yang tidak beresiko atau tidak memiliki harga. Saat kita memberikan komitmen kepada seseorang atau pada sesuatu, saat itu sebenarnya kita berkata, “ untuk segala sesuatu yang baik atau buruk, yang mungkin datang, saya berkomitmen padamu.”
2)      Komitmen menolak kemungkinan untuk melarikan diri. Berkomitmen kepada seseorang atau sesuatu adalahmengikat masa depan Anda dengan mereka sampai tugas yang disetujui telah selesai dilakukan. Berkomitmen adalah membuat janji sekaligus setia pada janji tersebut. Berkomitmen adalah melakuka sesuatu yang sudah Anda janjikan, meskipun janji tersebut sudah lama diucapkan dan Anda lupa telah mengatakannya.[12]

Membangun dan mengembangkan sebuah komitmen tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan keseriusan dan ketekunan yang berkelanjutan agar sesuai dengan rencana dan harapan sehingga  mewujudkan keberhasilan. Seorang muslim yang berkomitmen adalah seorang muslim yang berkomitmen terhadap Allah, Rasul-Nya, diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. ia harus mengelola komitmennya tersebut agar berhasil dan diridhai Allah SWT. Menurut Ali Muhammad Khalil, seorang muslim yang memiliki komitmen adalah muslim sosial yang berkepribadian sangat halus dan cerdas yang berakhlaqul karimah.[13]
Membangun sebuah keluarga adalah akumulasi adari komitmen. Pada awalnya adalah komitmen sepasang manusia yang berbeda jenis kelamin, asal usul, sifat, karakter dan keinginan. Akumulasi itu pun menumbuhkan perbedaan yang bisa jadi masalah jika tidak dipersatukan oleh sebuah komitmen mulia untuk menjadi keluarga bahagia.
Komitmen dengan landasan pada keyakinan akan kekuasaan Allah SWT akan menghasilkan keluarga yang bertawakkal, tentu dengan berusaha keras untuk kemudian menyerahkan hasil akhirnya pada ketentuan Allah SWT.[14]
Komitmen seseorang bisa naik turun sesuai dengan situasi dan kondisinya. Untuk menjaga agar komitmen tetap pada grafik mendatar atau malah naik dibutuhkan sebuah konsistensi. (Konsistensi adalah pagar atau batasan yang membuat tindakan sejalan dengan komitmen yang telah ditetapkan). Ketetapan pada jalan yang akan ditempuh dan ketetapan untuk memilih memenuhi janjilah yang membuat konsistensi menjadi penting untuk menumbuhkan komitmen tetap pada jalurnya. Komitmen dan konsistensi adalah bagian dari usaha keras untuk mencapai hasil paling maksimal. Yang mana kedua hal ini dilandasi dengan tawakkal.[15]
Dalam sebuah komitmen hubungan manusia antara hubungan horizontal dan hubungan vertikal haruslah seimbang. Keseimbangan ini adalah kombinasi antara hubungan dengan Allah SWT dan manusia.
1.      Jika hubungan dengan Allah SWT rendah dan hubungan dengan manusia rendah, tidak akan ada keseimbangan.
2.      Jika hubungan dengan Allah SWT rendah dan hubungan dengan manusia tinggi, tingkat keseimbangan rendah.
3.      Jika hubungan dengan Allah SWT tinggi dan hubungan dengan manusia rendah, tingkat keseimbangan rendah.
4.      Jika hubungan dengan Allah SWT tinggi dan hubungan dengan manusia tinggi, tingkat keseimbangan tinggi.
Hubungan dengan Allah adalah landasan untuk melakukan hubungan dengan manusia. Tingkat intensitas hubungan keduanya, menghasilkan keseimbangan hidup.[16]











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Keluarga menurut makna sosiologi adalah kesatuan masyarakat (sosial) berdasarkan hubungan perkawinan atau pertalian darah.[17] Pertalian keluarga atau keturunan diatur secara parental atau bilateral yaitu garis keturunan yang berdasarkan garis keturunan orang tua. Garis keturunan ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Matrilineal, pertalian keluarga menurut garis ibu
2.      Patrilineal, pertalian keluarga menurut garis bapak
Proses penuaan adalah siklus yang ditandai dengan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena bertambahnya umur. Umumnya proses penuaan dapat dilihat dari garis-garis kerutan di permukaan kulit, baik kulit wajah ataupun kulit di bagian tubuh lainnya. Berikut adalah gejala penuaan pada kulit:
1.      Garis wajah terlihat lebih jelas
2.      Terdapat garis kerutan pada kulit di daerah mata, pipi, leher, atau tangan
3.      Kulit menunjukkan elastisitas yang kurang sehingga jika terjadi peregangan pada kulit sulit untuk kembali
4.      Pada kebanyakan perempuan pascamenopause, produksi hormon etrogen mulai berkurang. Pada proses ini kulit dan jaringan-jaringan lain mulai menipis  dan tidak lentur lagi. Selain itu kulit menjadi lebih keriput, serta rambut mulai menipis dan beruban.
Pendekatan holistik (whole-menyeluruh) adalah sebuah cara pandang yang memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek-aspek kehidupan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan seseorang.[18]
Beberapa pendekatan telah ditemukan dan diujicobakan dalam rangka memperbaiki output pendidikan. Salah satu pendekatan dalam proses pelaksanaan pendidikan yang mampu melihat anak secara keseluruhan adalah pendekatan holistik. Pada pendekatan ini setiap anak tidak hanya disiapkan untuk menjadi pekerja di masa depan, kecerdasan dan kemampuan anak lebih dikembangkan dari pada sekedar mengejar target nilai-nilai dan tes-tes yang telah distandarisasikan.
Menurut David McNally komitmen adalah janji serius untuk bertahan, untuk bangkit, tidak peduli seberapa banyak Anda telah dihantam. Komitmen melibatkan dua hal, yaitu:
1)      Komitmen menerima kemungkinan dari sebuah harga. Tidak ada komitmen yang tidak beresiko atau tidak memiliki harga. Saat kita memberikan komitmen kepada seseorang atau pada sesuatu, saat itu sebenarnya kita berkata, “ untuk segala sesuatu yang baik atau buruk, yang mungkin datang, saya berkomitmen padamu.”
2)      Komitmen menolak kemungkinan untuk melarikan diri. Berkomitmen kepada seseorang atau sesuatu adalahmengikat masa depan Anda dengan mereka sampai tugas yang disetujui telah selesai dilakukan. Berkomitmen adalah membuat janji sekaligus setia pada janji tersebut. Berkomitmen adalah melakuka sesuatu yang sudah Anda janjikan, meskipun janji tersebut sudah lama diucapkan dan Anda lupa telah mengatakannya










DAFTAR PUSTAKA

v  As-Shafti, Ali Muhammad Khaliholill. 2003. Iltizam: Komitmen seorang Muslim. Jakarta: Gema Insani Press.
v  Cholil, Abdullah. 2007. A to Z: 26 Kiat Menata Keluarga. Jakarta: Elex Media Komputindo.
v  John, J. penerjemah: Inadah Fitria. 2010.  26 Keys of happiness, 26 Rahasia Menemkan Kebahagiaan dan Menikmati Hidup. Jakarta: PT Niaga Swadaya.
v  Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak menurut Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Marwa.   
v  Sa’abah, Marzuki Umar . 2001. Bagaimana AwetMuda dan Panjang Usia. Jakarta: Gema Insani Press.
v  Sudewo, Bambang. Buku PintarHidup Sehat Cara Mas Dewo. 2009.  Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
v  Sukanta, Putu Oka. 2001. Akupresur & Minuman untuk Mengatasi Gangguan Pencernaan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
v  Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
v  Wirakusumah, Emma S. 2007. Cantik dan Awet Muda dengan Buah, Syur dan Herbal. Jakarta: Penebar Plus+.
v  Zaitunah Subhan, Zaitunah. 2004. Membina Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.





[1] Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004),  hal. 1.
[2]Ibid,  Hal. 2-9.
[3] Ibid, Hal. 11-15.  
[4] Bambang Sudewo, Buku PintarHidup Sehat Cara Mas Dewo, ( Jakarta: PT Agromedia Pustaka, 2009), hal. 73.  
[5] Marzuki Umar Sa’abah, Bagaimana AwetMuda dan Panjang Usia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 2-3.
[6] aL-Qur’an terjemah
[7] Ibid, hal. 49-51.   
[8] Putu Oka Sukanta, Akupresur & Minuman untuk Mengatasi Gangguan Pencernaan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001), hal. 3.
[9] Imas Kurniasih, mendidik SQ Anak menurut Nabi Muhammad SAW, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Marwa, 2010), hal. 96-98.  
[10] Ibid, hal. 103.
[11] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), hal 15.
[12] J. John, penerjemah: Inadah Fitria,  26 Keys of happiness, 26 Rahasia Menemkan Kebahagiaan dan Menikmati Hidup, ( Jakarta: PT Niaga Swadaya,2010),  hal. 46-47.
[13] Ali Muhammad Khalil As-Shafti, Iltizam: Komitmen seorang Muslim, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. V.
[14] Abdullah Cholil, A to Z: 26 Kiat Menata Keluarga, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), hal. 109.
[15] Ibid, hal. 110-111.
[16] Ibid, hal. 117.
[17] Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004),  hal. 1.
[18] Putu Oka Sukanta, Akupresur & Minuman untuk Mengatasi Gangguan Pencernaan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2001), hal. 3.